KERUGIAN BADAN USAHA PELABUHAN AKIBAT RE-EKSPOR YANG TIDAK DILAKSANAKAN

KERUGIAN BADAN USAHA PELABUHAN AKIBAT RE-EKSPOR YANG TIDAK DILAKSANAKAN

Penulis:
Price:

Read more

Judul: KERUGIAN BADAN USAHA PELABUHAN AKIBAT RE-EKSPOR YANG TIDAK DILAKSANAKAN (Studi Kasus Daging Impor Ilegal di Pelabuhan Tanjung Priok)
Penulis: Dr. Drs. H. Rd. Achmad Ridwan Tentowi, SH., MH.
ISBN: 978-623-6659-78-6
Tebal: 186 hlm 
Ukuran: 15 x 23 cm
Penerbit: CV CENDEKIA PRESS


PROBLEMATIKA hukum di Pelabuhan adalah bagian yang tidak terlepaskan dari pergaulan, tata etika, norma kehidupan di masyarakat Pelabuhan. Hal ini sepadan dengan ungkapan dari Marcus Tullius Cicero yang sangat terkenal “Ubi societas ibi ius,” artinya: Di mana ada masyarakat di situ ada hukum, yang akan selalu mengikuti kehidupan masyarakat, tujuannya adalah untuk keadilan, ketertiban, kepastian hukum dan kemanfaatan. Di Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2014 terdapat 42 Kontainer berisi daging sapi yang mangkrak, akibat tidak dilaksanakannya re–ekspor, sebagaimana yang sudah disetujui  izin re–ekspor bulan Agustus 2012. Tetapi sampai tahun 2014 tidak dilaksanakan dan akhirnya harus dimusnahkan. Kemudian akibat tersebut menyebabkan dampak yang jauh lebih besar yakni terganggunya arus barang, dalam artian dwelling time terhambat. Paradigma hukum positif sangat lemah dalam melihat kondisi ini, salah satunya adalah tidak adanya sanksi baik secara perdata maupun secara pidana bagi yang tidak melaksanakan izin re–ekspor,  hal ini dapat diketahui dalam ketentuan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran maupun Pasal 10 A dan Pasal 11 A Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Kemudian re–ekspor diatur lebih spesifik dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 149/PMK. 04/2007 Tentang Ekspor Kembali Barang Impor. Kemudian seiring dengan perkembangan dan kemajuan kegiatan importasi pada tahun 2019, Peraturan Menteri Keuangan ini diperbaharui dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 102/PMK.04/2019 Tentang Ekspor Kembali Barang Impor. Esensinya sama tidak mengatur tentang sanksi baik secara perdata maupun pidana, artinya regulasi re–ekspor ini sangat lemah sekali. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan “Indonesia adalah negara hukum.” author/ Dr. Drs. H. Rd. Achmad Ridwan Tentowi, SH., MH. Berangkat dari amanat ini, maka hukum terkait re–ekspor, harus segera diperbaharui mengingat unsur keadilan, ketertiban, kepastian dan kemanfaatan sulit untuk diperoleh, dan akan menyebabkan kerugian secara materil yang jauh lebih besar dalam kegiatan perekonomian di Pelabuhan. Melalui buku ini, semoga menjadi masukan dalam menindaklanjuti kerugian Badan Usaha Pelabuhan (BUP) akibat re–ekspor yang tidak dilaksanakan, dan tentunya memperbaharui hukum re–ekspor untuk kemaslahatan kegiatan perekonomian di Pelabuhan.  


Profil Penulis

Dr. Drs. H. Rd. Achmad Ridwan Tentowi, S.H.,M.H., Lahir di Bandung (1959), adalah seorang praktisi dan akademisi Hukum Kemaritiman. Saat ini tercatat sebagai Dosen Fakultas Hukum Univeritas Pasundan dalam Mata Kuliah Hukum Laut (2020), dan tercatat sebagai Sekretaris Jenderal - Logistic & Transportation Watch (IMLOW). Lulus pada Magister Ilmu Hukum (MIH) Unpas (2015), Fakultas Hukum Universitas Pasundan (2017), Program Diklat Pelaut II (DP- II) Bidang Keahlian Nautika (2018),  dan Doktor Ilmu Hukum Universitas Pasundan (2019). Sebelumnya, menyelesaikan pendidikan Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) (1984), dan Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Hatawana (STTKH) Jakarta (1995). Aktif sampai sekarang di bidang ekspor-impor. Suami dari Ny Hj. Endang Meigriyani ini, pernah menduduki jabatan Sekjen GINSI (Gabungan Importir Seluruh Indonesia), karirnya di mulai sejak tahun 1985 - 1988 sebagai Perwira Kapal dari  PT. Admiral Lines; Manager Keagenan dan Peti Kemas di PT. Pelayaran Pulau (1989-1993);  General Manager di PT. Senawangi Freight Forwarding  (1993 -1999);  hingga sekarang dari tahun 1999, beliau aktif sebagai Direktur Utama PT.Transporindo Lima Perkasa -Jakarta. Sejak tahun 2012 beliau aktif sebagai pembicara di berbagai diskusi yang membahas tema ‘dwelling time’. Di tengah-tengah kesibukan penulis, masih sempat untuk mendedikasikan terhadap ilmu pengetahuan hukum khususnya pengembangan ilmu hukum kemaritiman. Dalam waktu yang Insha Allah masih tahun 2020, naskah yang sedang disiapkannya adalah: Akselerasi Trade Facilitation Agrement (TFA) Untuk Pembangunan Hukum Kemaritiman - (Konsep Politik Hukum Kepelabuhanan Yang Berdimensi Keadilan), serta Hukum Kemaritiman.  


0 Reviews